Wednesday, May 29, 2013




                 

PURA  PASEK WANAGIRI.
 
                                             

                                                                   






OM SWASTYASTU
OM BRAHMAN ATMAN

            Puja dan puji menggapai keagungan Tuhan Yang Maha Esa  Ida Sanghyang Widhi Wasa, para leluhur tumpuan segala sembah dan bakti atas  karuniaNYA. Terlebih dahulu saya memohon ampun kepada Para leluhur yang telah suci yang berstana di sunia loka, karena saya telah menulis dan menyebut nama beliau serta menceritrakannya  semoga tiada halangan dan tiada kena tulah cakra bawa.

            Disebuah desa berlokasi dikaki  Gunung Batukaru berdiri sebuah Pura yang kuno dan sederhana, yang alami dan asri tanpa ada sentuhan kemajuan jaman. Tapi bukan berarti tidak ada dana untuk itu. Walaupun demikian pura ini memiliki karisma yang sangat istimewa, seperti yang dituturkan oleh para guru spiritual dan penekun spiritual dari berbagai wilayah di Bali, bahkan dari manca negara, menyatakan  bahwa Pura ini sangat baik dipakai untuk meditasi.
        Sejarah pura ini, sesuai dengan ceritra rakyat/tutur turun temurun dari pengelingsir yang diyakini kebenarannya secara turun temurun. Pura ini sangat tua dan unik dilihat dari bentuk pura, keberadaan pohon kamboja yang sangat tua bahkan diperkirakan berabad-abad, pohon bunga soka asti yang sangat besar seperti pohon kayu serta dikelilingi oleh pagar hidup yang masih alami yang dipertahankan berabad-abad tanpa ada perubahan yang berarti.
            Secara garis besar pura ini dibagi menjadi 3 pelebah yaitu sebelah Timur adalah (Pura Kanginan/ Pura Ciwa, dan Kawitan) disebelah Barat adalah Pura Kauhan dan disebelah Utara adalah Pura Kadia (Pura Ibu) ”Pemujaan Purusa Peredana/Ciwa Buda“ dan  dikelilingi oleh Bebaturan–Bebaturan yaitu disebelah Utara ada 6 baturan yaitu Pujutaya, Tamblingan, Gunung Majapahit, Baturangka, Bejugul, Batur Sangket. Disebelah Timur ada 1 baturan yaitu Jero Pajahan, disebela Tenggara ada 1 baturan yaitu  batur Bolong, disebelah Barat ada 1 baturan yaitu Batur Dukuh Sakti, disebelah Bawah Baturan Dukuh Sakti ada tempat namanya Beji dan Pangkung Nyuargan yang difungsikan untuk nunas Tirta Penembak dan disebelah Selatan di pinggir sungai ada 1 baturan yaitu Baturan  Jero Pauman. Dan ini merupakan satu kesatuan yang utuh.
            Keunikan lainnya Pura Kauhan mempunyai 2 pemedalan (pintu)  yaitu masuk dari sebelah barat  dan keluar/tembus di timur menuju Pura Siwa, bangunan  pelinggih berbentuk sederhana tanpa diukir berdiri diatas pondasi dari batu dan dilem dengan tanah tanpa memakai semen / pese. Ada 4 buah pelinggih yang tidak berisi pintu/terbuka  begitu pula ada bangunan yang tidak seperti pura-pura umun lainnya yaitu Bale Truna, Bale Agung Kembar, Bale Manik , lantai tidak memakai pese tapi diisi batu yang dilem dengan tanah dan dipagari oleh pagar hidup tidak ditembok dengan menggunakan batu cadas atau beton. Tidak ada bale kulkul khusus namun kulkul ditaruh di bale agung kembar, tidak ada meru dan  Padma sana .Ketika saat piodalan dibuatlah  2 buah penjor yaitu penjor desa dan penjor truna, penjor truna dibuat dari 3 buah bambu diikat menjadi satu dan hiasan penjor dibuat dari paku emas, paku pajeng yang diperoleh dengan mencari di Gunung Batukaru.
            Setiap upacara/ pemujaan selalu diawali oleh dea dan truna.  Lama piodalan minimal  5 hari maksimal 11 hari, entah apa yang melatar belakangi dahulu pura ini disebut puri,  pura kanginan disebut puri kanginan pura kauhan disebut puri kauhan dan pura kadia disebut puri kadia.
        Tepatnya Pura Pasek Wanagiri berlokasi diwilayah Dusun Wanagiri, Desa Wanagiri, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan Propinsi Bali – Indonesia. Berada 14 km ke utara dari kota kecamatan selemadeg yaitu Bajera atau kurang lebih 5 km sebelah selatan Pura Jati Luih Sarinbuana yang berada dikaki gunung Batukaru. Pura ini diempon oleh 1 Desa Pakraman Wanagiri dan 4 tempek yaitu tempek Dusun Sawah, Dusun Mendek dan Dusun Sarinbuana dengan  283 kk serta memiliki sisia hampir dari berbagai wilayah di Bali dengan jumlah penyiwi kurang lebih 1500 kk.
            Pura ini tidak ada yang tahu tahun berapa berdirinya sangat sedikit sumber maupun catatan, pengkajian
menyangkut pendirian pura ini seiring tuanya pura ini Sumber  yang  dapat dikumpulkan melalui penuturan dari pemuka masyarakat, pemangku pura, pengelingsir, bentuk pelinggih dan tatanan  upacara yang sangat berbeda dengan tatanan  secara umun sehingga prajuru pura sangat hati-hati untuk menerima perubahan atau tatanan baru untuk diterapkan di pura ini. Tatanan ini yang diyakini kebenarannya secara turun temurun oleh masyarakat pekandel dan penyiwi tanpa ada bukti tertulis/prasasti. Tapi akhirnya ditemukanya  sebuah lontar yang dimiliki oleh Pak Sudarsana yang bertempat di desa Kapal Badung yang satu-satunya sumber tertulis yang ada kesamaannya dengan pakta dilapangan untuk dipakai salah satu acuan tertulis.
 

Bisama Pasek Wanagiri yang disalin sesuai dengan aslinya.
Adapun bunyi lontar yang berisi bhisama pasek Wanagiri  tersebut yang telah disalin oleh Pak Sudarsana sbb;    


 20a. Rikaswenia ring kana sira Pasek Wanagiri, anglaraken ikang Bali Yoga, pingkalih ta sira annawe ikang salu mapanjang,  maka genah ikang wong manusha angadakaken samwa, ring subha dewasa hayu, duking mangkana , mareng panagareng Wanagiri kajatah smat katekeng dlaha.

23b. Amanggehhaken ikang Bali Yoga, tan kajamah dening tataning jawa Dwipa, matangie ring pradesa ika  wonging Bali Yoga,  apan amukti kawaning agalah sira. Pasek Wanagiri.

25a. Rikaswen-swen sira Pasek Wanagiri, apan  kawit sira saking Mpu Ketek, maka Mpu pinih luhur, hana  bhisamanie Mpu Ketek : Ih kita Pratisantananku, mangaran kita Pasek Wanagiri, aywa aja kita Pasek  Wanagiri, aywa aja kita lali kahyanganku, kahyangan kaluhuran ta, hana mareng Lempuyang Madya, mwanghelingakna, kahyanganku mareng Catur Lawa Besakih, apan ika  kaluwuranta nggawe. Ta pinih  bobot wenang kengetakna denta parhyangan ta binawa mareng bebatuan- batuan........

26a. Mangke hana ta wuwus sira Pasek Wanagiri, maring pratisantanania, ta kajatah smat, ring panagareng Wanagiri, apan kita kalawan aku, anglaraken Bali Yoga, tan kahananing kahyangan tiga, apan aku rumawaking Sanghyang Siwa Tiga, ingkana ta  sira mareng kahyangan kang ginawa maring aku, ingkana ta sira mareng kahyangan kang ginawa maring aku, ingkana ta sira ngastawa astithi bhakti mareng bhatare kabeh, yaning mangkana ulah ta dirghayusha, tan kagadur dening rug ikang jagat, mangkana piteket ku maeng kita sadaya......

26b. Ih kita Pasek Wanagiri, aku tan wania maring kita, nimitania kengetakra linghing tithi kegaduhan, brahmana tosin kita  maring raja purana, alinggih ri jeng Bhatara jumeneng ring Bali, aku lawe indik kita sumampad ikang utpeti, apan kita maka punggungi Bali kulon, mangkana sojarku...

28a. Mangke hana wuwusku mareng kita sadaya, tekeng pratisantananku, katekeng dlaha pagehana ikang Bali yoga, aywa kita  aturun-turun wong len. Aku tangawase amagehaken kita manca ring Bali kulon, mangkana helingakna pawekasku, nimitania anindihaken Bhatara, mene ling ngku kita makabehan, yan mangkana aneda adnya sang Abra sinuhun tekeng hredaya....

                                                                        ( I Ketut Sudarsana ).

Poin pokok dari terjemahan diatas adalah sbb:

1. Mengajegkan tatanan Bali Yogha/ bali kuna.
2. Memiliki pemujaan Ciwa  niskala
3. Keturunan Brahmana jati
4. Memiliki pelinggih nyatur desa.
5. Karena mengajegkan Bali Yogha maka dari tempat ini sudah cukup bagimu dan keturunanmu memuja Hyang  Betara dan  kawitanmu janganlah merubah tata cara ini.
6. Pasek Wanagiri dibebaskan dari pajak/ upeti karena sangat memperhatikan penduduk sekitarnya dan  dengan  hati yang  teguh mengajegkan sistim Bali kuna dengan tanda- tandanya memiliki bale panjang / baleagung digunakan sebagai tempat  rapat
7. Tidak kena pengaruh Jawa
8. Perhyangan dibuat dari batu/ bebaturan
9. Tidak memiliki kahyangan tiga secara khusus karena meraga Sanghyang Ciwa tiga yang artinya kekuasaan tuhan secara  vertikal dan horisontal
   Vertikal ==  Ciwa – Sada Ciwa – Prama Ciwa( Tri purusa)
   Horisontal == Brahma- Wisnu- Ciwa ( Tri murti)   
10. Ada pelinggih Raja Utama menurut Lontar Tangkeb Langit  Raja Utama = Tri murti.
11. Hai engkau sekalian keturunanku, wajib engkau termasuk sanak keturunanmu sampai kelak dikemudian hari mengajegkan Bali yoga di pura ini,  Jika engkau lalai dan tidak patuh atas perintahku ini engkau tidak lagi sebagai keturunanku.
12. Penguasa Bali Barat.     


Sesungguhnya melestarikan pura ini tetap asli sangat sulit ketika derasnya modernisasi  untuk itu penulis  mencoba untuk memberikan landasan berpikir kenapa pura kita ini perlu dilestarikan/ diajegkan/dipertahankan. 

Perlu kita sadari, bahwa landasan bakti kita bukan semata-mata berdasarkan  sastra yang tertulis saja tapi kita harus mengacu pada:

I. Ada lima sumber hukum hindu yaitu :
1. Weda.
2. Smerti/ dharma sastra.
3. Sila/ tinggkah laku yang baik.
4. Acara / tradisi yang baik
5. Amanastuti/ keheningan hati.

II. Begitu pula orang bijaksana mengatakan ada 4 cara untuk mewujudkan rasa bakti   kita kepada Tuhan/ leluhur yaitu:
1. Arcanam
2. Pralinggam.
3. Pratimam
4. Atmanam
Dari hal diatas, bahwa leluhur kita lebih menekankan pada Atmanam/atmanastuti/ keheningan hati.

III. Rig Veda 53.6.( Semoga  Engkau melindungi tradisi-tradisi yang mulia  yang didirika oleh para leluhur).

IV. Weda Smerti bab 3 sloka 207 ( Roh leluhur selalu senang dengan persembahan  yang dilakukan di Alam  terbuka ditempat  suci yang  alamiah   pada tepi sungai dan di tempat-tempat terpencil).

V. Kesan dari penekun spiritual  yang pernah melakukan meditasi di pura ini yang datang dari berbagai wilayah  di Bali bahkan dari  manca negara, pada akhir kunjungan  terucap kata kagum, bahagia, senang, nyaman, lestari, sejuk diiringi tangis kebahagiaan yang dapat menyentuh dasar hati mereka yang paling dalam tat kala sedang sembahyang. Kekaguman itu bukanlah karena kemegahan pagar lantai yang bermarmer, ukiran pelinggih yang berukir dan bercat perada termahal tapi karena keasrian, keaslian pura dengan tumbuhan kamboja yang sangat tua serta energi spiritual yang sangat kuat.

VI. Pandangan- pandangan dari berbagai kalangan.
1. Drs I Wayan Tontra mantan Sekretaris Parisada Hindu Dharma Kabupaten Tabanan.
2. Guru spiritual dari Jerman Barbara Thomas Saint Claude.
3. Guru spiritual dari Ubud Pak Wayan Sudarsana.
4. Maha Guru Asram Lembah Bayam Penebel Pak Wayan Sujaya, SAg.
5. Ir I Wayan Gelebet pengamat tata ruang Bali.
6. DR Ir Wayan Runa MT Dosen Senior Jurusan Arsitektur Bali Fakultas Tekhnik UNWAR Denpasar.
7. Ir Made Widnyana Sudibya Ketua Ikatan Arsitektur Indonesia.
8. Ki Surya Sri Wilatikta Brahma Raja XI trah Majapahit yang berbiseka Raja Majapahit ke 9 yang bergelar Sri  Wilatikta Brahmaraja ke11.
9. Bisama Pasek Wanagiri dalam lontar tentang pasek Wanagiri oleh Sudarsana Kapal Badung.
10. Tim dari Departement Agama Kab Tabanan dalam rangka pendataan pura-pura tua,
11. Dharma wacana dari Ida Pedanda Made Gunung tentang kekuatan Ibu pertiwi disarankan pelemahan pura agar tidak disemen dan berpungsi untuk penyerapan.
12. Seorang Rsi dari Tinungan Penebel Warga  Wanagiri harus mengajegkan apa yang telah diwariskan dan tidak meniru-niru orang lain.

        
Adapun isi pandangan beberapa tokoh yang dipetik dari koran Bali Post.
PANDANGAN PARA TOKOH BALI TENTANG PEMUGARAN PURA  DI BALI.

{Bali Ritus Ruang dan Asitektur}

1. Menurut Ir I Made Widnyana Sudibya. Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Pemu-garan Pura di Bali banyak yang mengabaikan Filsafat, Tatwa, dan Pakem Adat dan Tradisi  Pemugaran Pura cendrung untuk kemegahan Arsitektur pura yang dibangunpun sering diubah dari aslinya. Mereka suka menambah Meru yang dulunya tak ada  dan menggeser pelinggih lain dengan alasan agar halaman sembahyang lebih luas namun melupakan sikut kuno yang harus diwarisi.
2. Menurut, DR Ir I Wayan Runa MT. Dosen Senior Jurusan  Arsitektur Bali  FT UNWAR. Saat ini Pura dibangun asal megah  Mereka melupakan asal mula proses pura tersebut.
3. Menurut, Ir Nyoman Gelebet. Pengamat Tata Ruang Bali. Dulu leluhur kita tak pernah mengatur pura tertentu harus dilengkapi dengan bangunan yang tak perlu. Kita harus mencegah rusaknya tatanan Parahyangan, pudarnya Karisma pura dan Taksu Pura dengan dalih Pemugaran, Pengembangan, maupun pembangunan. Pembangunan Pura Menggunakan Sastra, Deresta, Ilikita, dan Pesuara Harus dipertahankan.
 

SUMBER : BALI POST, 27 APRIL 2006.

                                    Dipetik oleh Drs I Nyoman Suirawan Giri

Semoga  atas rahmat dari leluhur, sesuhunan kita dan Tuhan kita tetap teguh mengajegkan seluruh tatanan yang  ada di Wanagiri. Tanpa restuNYA kami tidak akan dapat melakukan semua ini.

                                                          Om Satya Dharma Shanti

                                        (semoga kita semua bisa selalu hidup dalam kasih Tuhan.)

                                                  Ditulis oleh Drs I Nyoman Suirawan Giri

Tentang penulis.

1. Guru SMP Negeri 1 Selemadeg 1981-2003
2. Kepala SMP Negeri 2 Selemadeg 2003-2006.
3. Guru SMA Negeri 1 Selemadeg 2006 sampai sekarang.
4. Sekretaris II. Pura pasek  Wanagiri 1993- 1996
5. Bendahara Pura Pasek Toh jiwa Wanagiri 1996 – sekarang.
6. Team penyusun diktat susunan pelinggih, dudonan, upacara, piodalan dan kepengurusan Pura Pasek Toh   Jiwa  Wanagiri.

                                                    Editor : I Made Sumerta Yasa 28 Mei 2013